Dalam pembahasan renovasi aset tetap yang pernah
kami tulis (bagaimana-perlakuan-akuntansi-renovasi-aset-tetap) rupanya masih
menyisakan banyak pertanyaan. Dalam tulisan ini kami akan mencoba menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh Sdri Khansa terkait dengan masalah perlu tidaknya
proses penghapusan, nilai bangunan yang dihapus dan perlakuan akuntansi atas
hasil penjualan material yang dibongkar.
Sebagaimana dijelaskan dalam tulisan sebelumnya bahwa
perlakuan akuntansi renovasi aset tetap sangat tergantung dari definisi
kegiatan renovasi itu sendiri. Apakah renovasi tersebut menambah masa manfaat
ataupun produktifitas tentu menjadi dasar utama dalam penentuan untuk melakukan
kapitalisasi. Hal kedua yang harus diperhatikan
lebih terkait pada sifat renovasi tersebut, apakah bersifat penggantian,
perbaikan, pembaharuan ataupun penambahan. Perbedaan sifat tersebut akan
menjadi pertimbangan dalam menentukan pencatatan seperti apa yang harus
dilakukan. Untuk penjelasan lebih lanjut warkop mania bisa membaca tulisan
terkait dilink yang telah kami sebutkan di atas.
Diskusi ini menjadi makin menarik ketika masuk pada
hal-hal yang lebih detail yang lebih terkait pada sistem dan prosedur
pengelolaan barang milik daerah. Jika renovasi yang dilakukan tergolong berat
dan akan menambah masa manfaat sudah pasti yang berlaku adalah pembaharuan.
Sehingga pencatatan yang harus dilakukan adalah dengan menghapuskan nilai aset
yang lama dan mengganti dengan nilai aset yang baru (perlakuan nomor 2b).
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah atas
penghapusan aset lama tersebut perlu mendapatkan persetujuan DPRD? Bagaimana
prosedur penghapusannya? Apakah perlu mengikuti prosedur penghapusan
sebagaimana yang diatur oleh permendagri 17 tahun 2007?
Dalam permendagri 17 Tahun 2007 dinyatakan bahwa
yang dimaksud dengan penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah
dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola
dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam
penguasaannya. Permendagri tersebut memang mengharuskan adanya penerbitan surat
keputusan penghapusan dari pejabat yang berwenang. Bahkan untuk penghapusan
barang-barang yang nilainya diatas Rp 5 milyar harus mendapat persetujuan DPRD
terlebih dahulu.
Nah, apakah penghapusan nilai aktiva lama dari
aktiva yang dilakukan renovasi termasuk dalam definisi penghapusan sebagaimana
yang dimaksud permendagri nomor 17 Tahun 2007?
BMN Setter,
Metode pencatatan atas transaksi aset renovasi yang
mengharuskan unit kerja melakukan penghapusan sebagian nilai aktiva lama pada
dasarnya berbeda dengan definisi penghapusan yang dimaksud oleh permendagri 17
Tahun 2007. Penghapusan nilai aset yang direnovasi hanyalah merupakan bagian
dari akuntansi atas pengeluaran setelah perolehan awal. Dalam buletin teknis
nomor 09 juga disebutkan bahwa pengeluaran setelah perolehan awal mencakup
pengembangan dan penggantian utama. Terhadap penggantian utama juga dinyatakan
bahwa biaya penggantian utama ini akan dikapitalisasi dengan cara mengurangi
nilai bagian yang diganti dari harga aset tetap yang semula dan menambahkan
biaya penggantian. Permendagri 13 Tahun 2006 menyinggung masalah pengeluaran
setelah perolehan awal. Pada pasal 253 dinyatakan bahwa prosedur akuntansi aset
pada SKPD meliputi pencatatan dan pelaporan akuntansi atas perolehan,
pemeliharaan, rehabilitasi, perubahan klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset
tetap yang dikuasai/digunakan SKPD. Sedangkan prosedur akuntansi aset pada
SKPKD, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 278, meliputi serangkaian proses
pencatatan dan pelaporan akuntansi atas perolehan, pemeliharaan, rehabilitasi,
penghapusan, pemindahtanganan, perubahan klasifikasi, dan penyusutan terhadap
aset tetap yang dikuasai/digunakan SKPKD yang dapat dilakukan secara manual
atau menggunakan aplikasi komputer. Dari penjelasan ini terlihat bahwa ada
pembedaan antara akuntansi untuk rehabilitasi dan penghapusan. Dengan kata
lain, penghapusan atas nilai aset yang direhabilitasi adalah bagian dari proses
pencatatan dan pelaporan akuntansi atas rehabilitasi bukan bagian dari
akuntansi penghapusan.
Selanjutnya, jika menilik dari definisi penghapusan dalam
permendagri 17 Tahun 2007 maka yang dimaksudkan di sini adalah penghapusan
suatu aset secara keseluruhan. Permendagri tersebut menyatakan bahwa
penghapusan adalah tindakan untuk menghapuskan BMD dari daftar barang. Dalam
hal rehabilitasi berat yang dilakukan bukanlah menghapuskan BMD dari daftar
barang. Barang tersebut masih tetap tercatat dalam daftar barang. Hanya saja
perlu dilakukan pencatatan atas perubahan nilai barang karena adanya kegiatan
rehabilitasi. Nah, kegiatan rehabilitasi berat yang dimaksud di sini pada
dasarnya justru lebih tepat dikatakan sebagai pemeliharaan dalam definisi
permendagri 17 Tahun 2007. Terkait dengan hal ini dinyatakan bahwa pemeliharaan
adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan agar semua barang milik daerah
selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
Jadi?
Penghapusan nilai aktiva lama sebagai bagian dari
kegiatan rehabilitasi berat yang menambah masa manfaat aktiva tetap bukanlah
merupakan bagian dari prosedur pencatatan penghapusan aset namun bagian dari
kegiatan pemeliharaan yang diatur dalam permendagri 17 tahun 2007. Dengan
demikian, tidak diperlukan persetujuan DPRD untuk melakukan penghapusan nilai
aktiva lama untuk kemudian mengkapitalisasi nilai aset hasil rehabilitasi.
Sehingga, prosedur penghapusan sebagaimana yang diberlakukan untuk menghapus aset
dari daftar BMD tidak diperlukan.
Lalu, bagaimana cara untuk menentukan nilai bangunan
yang dihapus?
Telah dijelaskan dahulu bahwa untuk melakukan
mencatat rehabilitasi berat/penggantian ini maka yang dapat dilakukan adalah
jika biaya komponen lama diketahui maka yang dilakukan adalah dengan
menghapuskan biaya komponen lama dan akumulasi penyusutannya dengan mengakui
keuntungan atau kerugian dan mengkapitalisasi biaya komponen baru. Jika biaya
komponen baru tidak diketahui maka yang perlu dilakukan adalah dengan
mengurangkan biaya komponen baru dari akumulasi penyusutan. Permasalahan yang
saat ini terjadi adalah pemda belum menerapkan penyusutan sehingga yang bisa
dilakukan adalah dengan langsung mengurangkan nilai komponen lama dengan
berdasarkan harga perolehan pada saat pembangunan gedung.
Bagaimana dengan hasil penjualan atas sisa
bongkaran? Apakah dicatat sebagai lain-lain pendapatan ataukah mengurangi nilai
bangunan yang baru?
Ya, penjualan atas sisa bongkaran dicatat sebagai
pendapatan. Hal ini dapat dijelaskan oleh lampiran permendagri 21 Tahun 2010
terkait kode rekening pendapatan. Penjualan atas sisa bongkaran ini termasuk
bagian dari pendapatan lain-lain dalam kode rekening 4140110 penjualan
bahan-bahan bekas bangunan.
terima kasih infonya... ^_^
ReplyDeletepak kalo renovasi rumah negara golongan I yang sduah rusak berat dengan penghancuran total, peninggian pondasi dan merubah bentuknya bagaimana?
ReplyDeleteAssallammualaikum WRB .... Bapak yang terhormat terimakasih sekali atas ulasan terkait RENOVASI ASET TETAP .. very helpful at all... thanks ... Ada Hal lain yang ingin saya tanyakan terkait atas Usulan Penghapusan atas Aset Tetap dengan Nilai 5 milyar ke atas Harus dengan Persetujuan DPRD ..
ReplyDeleteKlausul Nilai 5 milyar tersebut apakah per unit item Barang atau secara total ..
sebagai contoh SKPD mengusulkan penghapusan atas barang-barang Peralatan dan Mesin (KIB B) dikartenakan kondisi Rusak Berat.. Tidak diketemukan lagi dll .. jumlah item yang diusulkan +/-2500 unit item Barang dengan jumlah total n ilai perolehan diatas 5 milyar ... Apakah usulan penghapusan tersebut harus dengan persetujuan DPRD ??? Terimakasih... Matursembahnuwun Sebelumnya